Sejarah internet Indonesia dimulai pada awal tahun 1990-an. Saat itu, jaringan internet di Indonesia lebih
dikenal sebagai Paguyuban
Network. M. Samik-Ibrahim, Suryono Adisoemarta, Muhammad Ihsan, Robby Soebiakto, Putu, Firman Siregar, Adi Indrayanto, Onno W. Purbo adalah sejumlah nama legendaris di awal pembangunan Internet Indonesia (tahun 1992
sampai 1994). Masing-masing telah
menyumbangkan keahlian dan dedikasinya dalam membangun jaringan komputer dan Internet di Indonesia. Tulisan-tulisan awal mengenai Internet di Indonesia terinspirasi oleh kegiatan amatir radio pada tahun 1986 , khususnya di Amatir Radio Club (ARC) ITB. Bermodal pesawat radio pemancar Single
Side Band (SSB)
Amatir Radio Kenwood
TS430 milik Harya Sudirapratama (YC1HCE)
dan komputer Apple
II milik Onno
W. Purbo (YC1DAV), belasan anak muda ITB seperti
Harya Sudirapratama
(YC1HCE), J. Tjandra Pramudito (YB3NR), dan Suryono Adisoemarta (N5SNN)
berguru pada para senior
amatir radio seperti Robby Soebiakto (YB1BG),
almarhum Achmad Zaini
(YB1HR), Yos (YB2SV) melalui band
amatir radio 40 m atau
7 MHz. Mereka
mulai mendiskusikan teknik membangun jaringan komputer dengan radio menggunakan teknologi radio paket.
Robby Soebiakto yang waktu itu bekerja di PT. USI IBM Jakarta merupakan pakar di antara para amatir radio di Indonesia, khususnya di bidang komunikasi data packet switching melalui radio yang dikenal sebagai radio paket. Teknologi radio paket TCP / IP untuk Internet kemudian diadopsi oleh rekan- rekan Robby Soebiakto di BPPT, LAPAN, UI, dan ITB yang kemudian menjadi tumpuan PaguyubanNet antara tahun 1992-1994.
Pada tahun 1988, melalui surat pribadi, Robby Soebiakto mendorong Onno W. Purbo yang saat itu berada di Hamilton,
Ontario, Kanada untuk mendalami teknik jaringan
Internet berbasis protokol TCP / IP.
Robby Soebiakto meyakinkan Onno
W. Purbo bahwa
masa depan teknologi jaringan komputer di dunia akan berbasis pada protokol TCP / IP. Hal ini yang di kemudian hari memicu penulisan buku-buku jaringan komputer Internet berbasis TCP / IP oleh Onno W. Purbo maupun rekan-rekan penulis lainnya di Indonesia.
Robby Soebiakto juga menjadi koordinator alamat IP pertama dari AMPR-net (Amatir Packet Radio Network) yang di Internet dikenal dengan domain AMPR.ORG dan IP 44.132. AMPR-net Indonesia kemudian dikoordinir oleh Onno W. Purbo sejak tahun 2000. Salah satu aktivitas AMPR-net adalah mengkoordinasi aktifitas anggota ORARI melalui mailing list ORARI, orari-news@yahoogroups.com.
Pada awal perkembangan jaringan paket radio di Indonesia, Robby Soebiakto merupakan pionir di kalangan pelaku amatir radio Indonesia yang mengaitkan jaringan amatir Bulletin Board System (BBS). BBS merupakan jaringan surat elektronik (e-mail) yang merelai e-mail untuk dikirim melalui server / komputer BBS yang mengkaitkan banyak "server" BBS amatir radio seluruh dunia agar e-mail dapat berjalan dengan lancar.
Komunikasi antara Onno W. Purbo yang waktu itu berada di Kanada dengan rekan-rekan amatir radio di Indonesia terus berlanjut sampai awal 1990-an. Dengan peralatan PC / XT dan walkie talkie 2 meteran, komunikasi antara Indonesia-Kanada dilakukan melalui jaringan amatir radio. Robby Soebiakto berhasil membangun gateway amatir satelit di rumahnya di daerah Cinere. Dengan bantuan satelit-satelit OSCAR milik amatir radio, komunikasi lebih antara Indonesia- Kanada berjalan semakin cepat. Pengetahuan secara perlahan ditransfer dan berkembang melalui jaringan amatir radio ini.
Pada tahun 1992-1993, Muhammad Ihsan, seorang peneliti di LAPAN Ranca Bungur yang pada tahun 1990-an bersama dengan pimpinannya Ibu Adrianti menjalin kerjasama dengan DLR (Lembaga Penelitian Antariksa Jerman) mencoba mengembangkan jaringan komputer menggunakan teknologi radio paket pada band 70 cm dan 2 m. Di kemudian hari, Muhammad Ihsan menjadi motor penggerak di LAPAN untuk membangun dan mengoperasikan satelit buatan LAPAN Indonesia yang dikenal sebagai LAPAN Tubsat maupun INASAT.
Jaringan LAPAN dikenal sebagai JASIPAKTA dan didukung oleh DLR. Muhammad Ihsan mengoperasikan relai penghubung antara ITB Bandung dengan gateway Internet yang ada di BPPT. Di BPPT, Firman Siregar mengoperasikan gateway radio paket yang bekerja pada band 70 cm. PC 386 sederhana yang menjalankan program NOS di atas sistem operasi DOS digunakan sebagai gateway packet radio TCP / IP. IPTEKNET masih berada di tahapan sangat awal perkembangannya.
Tanggal tanggal 7 Juni 1994, Randy Bush dari Portland, Oregon, Amerika Serikat melakukan ping ke IPTEKNET dan kemudian melaporkan hasilnya kepada rekan-rekannya di Natonal Science Foundation (NSF) Amerika Serikat. Dalam laporan Randy Bush tertera waktu yang dibutuhkan untuk ping pertama dari Indonesia ke Amerika Serikat, yaitu sekitar 750 mili detik melalui jaringan leased line yang berkecepatan 64 Kbps.
Nama lain yang tidak kalah berjasa adalah Pak Putu. Dia mengembangkan PUSDATA DEPRIN pada masa kepemimpinan Menteri Perindustrian Tungki Ariwibowo sekaligus menjalankan BBS pusdata.dprin.go.id. Di masa awal perkembangan BBS, Pak Putu berjasa mempopulerkan
penggunaan e-mail, khususnya
di Jakarta. Aktivitas
Pak Putu banyak didukung oleh Menteri Perindustrian Tungki Ariwibowo yang sangat menyukai komputer dan Internet. Pak Tungki adalah menteri pertama Indonesia yang menjawab e-mail sendiri.
Pada akhir tahun 1992, Suryono Adisoemarta kembali ke Indonesia. Kesempatan tersebut tidak dilewatkan oleh anggota Amatir Radio Club (ARC) ITB seperti Basuki Suhardiman, Aulia K. Arief,
Arman Hazairin yang
didukung oleh Adi
Indrayanto untuk mencoba mengembangkan gateway radio paket di ITB. Berawal semangat dan bermodalkan PC 286 bekas, ITB merupakan turut berkiprah di jaringan PaguyubanNet. Institusi lain seperti UI, BPPT, LAPAN,
PUSDATA DEPRIN yang lebih dahulu terhubung ke jaringan
Internet memiliki fasilitas yang jauh lebih baik dari ITB. Di ITB, modem radio paket berupa Terminal Node Controller (TNC) merupakan peralatan pinjaman dari Muhammad Ihsan dari LAPAN.
Ketika masih
menempuh studi di
University of Texas
di Austin, Texas,
Suryono Adisoemarta
menyambungkan TCP / IP Amatir Radio Austin ke gateway Internet untuk pertama
kalinya di gedung Chemical and Petroleum Engineering University of
Texas, Amerika Serikat. Sejak saat itu, komunitas Amatir Radio TCP / IP Austin Texas tersambung ke
jaringan TCP / IP di
seluruh dunia. Pengetahuan
inilah yang kemudian
diterapkan Suryono Adisoemarta saat mengembangkan radio paket di ITB. Suryono Adisoemarta yang kemudian
hari menyandang nama
panggilan YD0NXX menjadi
motor penggerak teknologi satelit
Amatir Radio maupun
teknologi Amateur Packet
Reporting System (APRS) yang memungkinkan kita untuk melihat posisi-posisi stasiun amatir radio di peta di Internet yang dapat dilihat di situs http: // APRS .fi.
Berawal dari
teknologi radio paket
kecepatan rendah 1200
bps, ITB kemudian memperoleh sambungan
leased line 14,4
Kbps ke RISTI
Telkom sebagai bagian
dari IPTEKNET pada tahun 1995. Akses
Internet tetap diberikan secara cuma-cuma kepada rekan-rekan yang lainnya khususnya di PaguyubanNet. September 1996 merupakan tahun peralihan bagi ITB,
karena keterkaitan ITB dengan jaringan penelitian Asia Internet
Interconnection Initiatives (AI3)
sehingga memperoleh bandwidth 1.5M bps ke Jepang yang terus ditambah dengan sambungan ke Telkomnet & IIX sebesar
2 Mbps. ITB akhirnya menjadi salah satu bagian terpenting dalam jaringan pendidikan di Indonesia yang menamakan dirinya AI3 Indonesia yang mengkaitkan lebih dari 25 lembaga pendidikan di Indonesia di tahun 1997-1998.
Jaringan pendidikan menjadi lebih marak pada saat naskah buku ini di tulis, dengan adanya JARDIKNAS dan inheren yang dioperasikan oleh DIKNAS dan mengkaitkan sekitar 15.000 lebih sekolah Indonesia ke Internet yang akan menjadi media untuk mencerdaskan bangsa Indonesia agar dapat berkompetisi di era globalisasi mendatang.