Langsung ke konten utama

Kriteria Ketuntasan Belajar Minimal (KKM)



Penilaian  menggunakan  acuan  kriteria,  yaitu  penilaian  yang  membandingkan  capaian peserta didik dengan kriteria kompetensi yang ditetapkan. Hasil penilaian seorang peserta didik,  baik  formatif  maupun  sumatif,  tidak  dibandingkan  dengan  hasil  peserta  didik lainnya  namun  dibandingkan  dengan  penguasaan  kompetensi  yang  ditetapkan. Kompetensi  yang  ditetapkan  merupakan  ketuntasan  belajar  minimal  yang  disebut  juga dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (Panduan  Penilaian oleh Dirjen Dikdasmen tahun 2015 berdasar Surat Edaran Direktur Pembinaan SMA No. 5182/D4/LK/2015 tentang Panduan Penilaian untuk SMA butir A.3 halaman 1).
KKM harus ditetapkan di awal tahun pelajaran ditentukan  oleh  satuan  pendidikan dengan mempertimbangkan Standar  Kompetensi  Lulusan,  karakteristik  peserta  didik,  karakteristik mata  pelajaran  dan kondisi satuan pendidikan. Acuan kriteria tidak diubah serta merta karena hasil empirik penilaian, yang berarti KKM tidak bisa diubah ditengah semester.  Nilai ketuntasan belajar untuk aspek kompetensi sikap (KI-1 dan KI-2) dinyatakan dalam predikat A (Sangat Baik), B (Baik), C (cukup), dan D (Kurang). Satuan pendidikan menentukan KKM kompetensi sikap dengan predikat  sekurang-kurangnya minimal BAIK (Panduan  Penilaian oleh Dirjen Dikdasmen tahun 2015 berdasar Surat Edaran Direktur Pembinaan SMA No. 5182/D4/LK/2015 tentang Panduan Penilaian untuk SMA butir D.2  halaman 47). Sedangkan Nilai ketuntasan belajar untuk aspek pengetahuan (KI-3) dan keterampilan (KI-4) dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat dengan rentang  0 -100.  Nilai KKM untuk aspek pengetahuan (KI-3) dan keterampilan (KI-4) merupakan nilai minimal untuk predikat Cukup. Berkaitan hal tersebut diharapkan satuan pendidikan dapat menentukan KKM yang sama untuk semua mata pelajaran (Panduan  Penilaian oleh Dirjen Dikdasmen tahun 2015 berdasar Surat Edaran Direktur Pembinaan SMA No. 5182/D4/LK/2015 tentang Panduan Penilaian untuk SMA butir C  halaman 46).
Mekanisme dan prosedur penentuan KKM
1.      Kepala SMA menugaskan wakil kepala sekolah bidang  kurikulum dan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) Sekolah untuk menyusun perencanaan penetapan KKM setiap mata palajaran termasuk muatan lokal;
2.      Kepala SMA memberikan arah teknis tentang penetapan KKM yang sekurang-kurangnya memuat;
a.       Dasar pelaksanaan penetapan KKM
b.      Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penetapan KKM
c.       Manfaat penetapan KKM
d.      Hasil yang diharapkan dari penetapan KKM
e.       Unsur-unsur yang terlibat dan uraian tugas dalam pelaksanaan penetapan KKM
3.      Wakil Kepala SMA bidang kurikulum bersama TPK sekolah menyusun perencanaan dan  jadwal kegiatan penetapan KKM;
4.      Wakil Kepala SMA bidang  kurikulum bersama TPK sekolah menetapkan mekanisme yang akan digunakan untuk penetapan KKM;
5.      Guru mata pelajaran/MGMP termasuk mulok melakukan penetapan KKM, dengan mekanisme sebagai berikut:
a.          Menetapkan KKM setiap indikator pencapaian dengan memperhatikan standar kompetensi  lulusan, karakteristik peserta  didik,  karakteristik  mata  pelajaran,  dan  kondisi  satuan  pendidikan.
b.         Menetapkan kriteria ketuntasan minimal setiap kompetensi dasar (KD) yang merupakan rata-rata dari indikator yang terdapat dalam kompetensi dasar tersebut.
c.          Menetapkan kriteria ketuntasan minimal setiap standar kompetensi Inti (KI) yang merupakan rata-rata KKM kompetensi dasar (KD) yang terdapat dalam standar kompetensi tersebut.
d.         Menetapkan kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran yang merupakan rata-rata dari semua KKM  kompetensi inti yang terdapat dalam satu tahun pembelajaran, dan dicantumkan dalam Rapor peserta didik.
6.      Kepala Sekolah bersama Wakil Kepala SMA  bidang kurikulum dan TPK sekolah memeriksa KKM yang telah ditetapkan oleh guru /MGMP dan memberikan masukan jika diperlukan perbaikan.
7.      Kepala Sekolah menyetujui dan mengesahkan dokumen penetapan KKM setiap mata pelajaran yang sudah dikategorikan baik dalam mekanisme penetapannya.
8.     Kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru mata pelajaran mensosialisasikan hasil penetapan KKM kepada orang tua dan peserta didik.

Analisis Penetapan KKM
Dalam penetapan KKM dilakukan melalui metode kuantitatif. Metode kuantitatif dilakukan  melalui analisis ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan standar kompetensi  lulusan,  karakteristik  peserta  didik,  karakteristik mata  pelajaran  dan kondisi satuan pendidikan  untuk mencapai ketuntasan kompetensi dasar dan kompetensi inti. Metode ini dilakukan dengan cara menganalisis setiap indikator KD, dan KI atau SK  dengan menggunakan poin/skor atau skala/rentang yang telah ditetapkan.
Dalam menentukan KKM dimulai dengan menganalisis Standar  Kompetensi  Lulusan atau Tingkat Kompleksitas. Tingkat Kompleksitas  adalah tingkat kesulitan/kerumitan setiap indikator, kompetensi dasar dan kompetensi inti atau standar kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik. Suatu indikator dikatakan memiliki tingkat kompleksitas tinggi, apabila dalam pencapaiannya didukung oleh komponen dengan sejumlah kondisi sebagai berikut:
a.       Pendidik
1)      memahami dengan benar kompetensi yang harus dibelajarkan pada peserta didik;
2)      kreatif dan inovatif dengan metode pembelajaran yang bervariasi;
3)      menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yang  diajarkan.
b.      Peserta didik
1)      kemampuan penalaran tinggi;
2)      cakap/terampil menerapkan konsep;
3)      cermat, kreatif dan inovatif dalam penyelesaian tugas/pekerjaan;
4)      tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan yang tinggi agar dapat mencapai ketuntasan belajar.
c.       Waktu
Memerlukan waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut sehingga dalam proses pembelajarannya memerlukan pengulangan.
Jika suatu indikator hanya meliputi sebagian dari kondisi tersebut di atas dapat dinyatakan memiliki kompleksitas sedang dan apabila tidak memerlukan kondisi tersebut indikator dapat dinyatakan memiliki kompleksitas rendah.
Karakteristik  peserta  didik merupakan kemampuan (intake) rata-rata peserta didik atau kompetensi awal peserta didik yang dapat dimanfaatkan dalam mencapai kompetensi dasar (KD) dan Kompetensi Inti (KI) atau Standar Kompetensi (SK)  yang telah ditetapkan dalam jangka waktu tertentu. Untuk kelas X, kemampuan rata-rata peserta didik dapat didasarkan pada hasil seleksi pada saat penerimaan  peserta didik baru, Nilai ujian madrasah /Sekolah, rapor SMP, tes seleksi masuk atau psikotes; sedangkan penetapan intake di kelas XI dan XII berdasarkan kemampuan peserta didik di kelas sebelumnya dengan selalu mempertimbangkan keterkaitan antara indikator dengan indikator sebelumnya yang telah di capai oleh peserta didik. Berikut  kriteria dan skor penilaian intake peserta didik, yaitu:
Tabel 19. Kriteria dan skor penilaian intake peserta didik
Aspek
Hasil belajar peserta didik
Kriteria
intake


90 - 100
Tinggi  
65 - 89
Sedang 
< 65
Rendah

Karakteristik mata  pelajaran  berhubungan dengan materi pokok matapelajaran yang memuat  fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Suatu indikator dikatakan memiliki karaktristik mata pelajaran tinggi, apabila dalam materi pokok matapelajaran memuat  fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Apabila materi pokok matapelajaran memuat  fakta, konsep, dan prinsip dikatakan memiliki karaktristik mata pelajaran sedang dan apabila materi pokok matapelajaran memuat  fakta dan konsep dikatakan memiliki karaktristik mata pelajaran rendah.
Kondisi satuan pendidikan  atau  daya dukung adalah segala sumber daya dan potensi yang dapat mendukung penyelenggaraan pembelajaran seperti sarana dan prasarana meliputi 1). perpustakaan, 2). laboratorium, 3). alat/bahan untuk proses pembelajaran, 4).ketersediaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, 5). manajemen sekolah, dan 6). kepedulian stakeholders sekolah. Suatu indikator dikatakan memiliki daya dukung tinggi, apabila dalam pencapaiannya didukung oleh 6(enam)  sarana dan prasarana. Jika suatu indikator hanya meliputi sebagian dari sarana dan prasarana di atas dapat dinyatakan memiliki kompleksitas sedang dan apabila tidak memerlukan sarana dan prasarana tersebut indikator dapat dinyatakan memiliki kompleksitas rendah
Tabel 20. poin/skor pada setiap kriteria

Aspek yang dianalisis
Kriteria dan skor Penilaian
Standar  Kompetensi  Lulusan
Tinggi
1
Sedang
2
Rendah
3
Karakteristik  peserta  didik
Tinggi
3
Sedang
2
Rendah
1
Karakteristik mata  pelajaran
Tinggi
3
Sedang
2
Rendah
1
Kondisi satuan pendidikan
Tinggi
3
Sedang
2
Rendah
1
    
Jika indikator memiliki kriteria kompleksitas tinggi, daya dukung tinggi dan intake peserta didik sedang, maka nilai KKM-nya adalah:
 
Contoh:
PENENTUAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL PER KD DAN INDIKATOR
Mata Pelajaran             :  Fisika
Kelas/semester             :  X/1
Kompetensi Inti          :   Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanu-siaan, kebangsaan, kenega-raan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
Kompetensi Dasar/Indikator
Kriteria Pencapaian Ketuntasan Belajar Siswa (KD/Indikator)
Kriteria Ketuntasan Minimal
Standar  Kompetensi  Lulusan
karakteristik  peserta  didik
karakteristik mata  pelajaran
kondisi satuan pendidikan
Penge tahuan
Keteram pilan
3.2 Menerapkan prinsip-prinsip pengukuran




64
64
-          Menentukan besaran pokok dan turunan
1
3
2
2
66,7

-          Mendefinisikan  pengertian pengukuran
1
3
2
2
66,7

-          Memilih alat ukur yang tepat dalam melakukan pengukuran
1
2
2
2
58,3

Postingan populer dari blog ini

Transformasi Lorentz (relativitas Kecepatan)

Pada transformasi Galileo telah dikemukakan bahwa selang waktu pengamatan terhadap suatu peristiwa yang diamati oleh pengamat yang diam dengan pengamat yang relatif bergerak terhadap peristiwa adalah sama ( t = t’ ) . Hal inilah yang menurut Einstein tidak benar, selang waktu pengamatan antara pengamat yang diam dan pengamat yang bergerak relatif adalah tidak sama ( t ≠ t’ ) . Transformasi Lorentz pertama kali dikemukaan oleh Hendrik A. Lorentz, seorang fisikawan dari Belanda   pada tahun 1895. Karena waktu pengamatan oleh pengamat yang diam pada kerangka acuan S dan pengamat yang bergerak pada kerangka acuan S’ hubungan transformasi pada Galileo haruslah mengandung suatu tetapan pengali   yang disebut tetapan transformasi.   Sehingga persamaan yang menyatakan hubungan antara koordinat pada kerangka acuan S dan S’ dituliskan sebagai berikut : Transformasi Lorentz          x’ =   ϒ (x – v.t), y’ = y, z’ = z    dan    t’ ≠ t                   .... (9.6) Kebali

Gaya Pemulih pada Pegas

1.   Gaya Pemulih   Gaya pemulih dimiliki oleh setiap benda elastis yang terkena gaya sehingga benda elastis tersebut berubah bentuk. Gaya yang timbul pada benda elastis untuk menarik kembali benda yang melekat padanya disebut gaya pemulih. Akibat gaya pemulih tersebut, benda akan melakukan gerak harmonik sederhana. Dengan demikian, pada benda yang melakukan gerak harmonik sederhana bekerja gaya pemulih yang selalu mengarah pada titik kesetimbangan benda. a. Gaya Pemulih pada Pegas Pegas adalah salah satu contoh benda elastis. Oleh karena sifat elastisnya ini, suatu pegas yang diberi gaya tekan atau gaya regang akan kembali ke keadaan setimbangnya mula-mula apabila gaya yang bekerja padanya dihilangkan. Perhatikan gambar, anggap mula-mula benda berada pada posisi y = 0 sehingga pegas tidak tertekan atau teregang. Posisi seperti ini dinamakan posisi keseimbangan. Ketika benda ditekan ke bawah (y = –) pegas akan menarik benda ke atas, menuju posisi keseimbangan. Sebaliknya jik

Teori Kuantum Planck

Perkembangan teori tentang radiasi mengalami perubahan besar  pada saat Planck menyampaikan teorinya tentang radiasi benda hitam. Planck mulai bekerja pada tahun 1900. Planck mulai  mempelajari sifat dasar dari getaran molekul-molekul pada dinding rongga benda hitam. Dari hasil pengamatannya Planck membuat simpulan sebagai berikut. Setiap benda yang mengalami radiasi akan memancarkan energinya secara diskontinu (diskrit) berupa paket-paket energi. Paket-paket energi ini dinamakan kuanta (sekarang dikenal sebagai foton) . Energi setiap foton sebanding dengan frekuensi gelombang radiasi dan dapat dituliskan : E = h f                     dengan  :  E  =  energi foton (joule)                   f   =  frekuensi foton (Hz)                   h  =  tetapan Planck (h = 6,6.10 -34 Js) Jika suatu gelombang elektromegnetik seperti cahaya memiliki banyak foton maka energinya memenuhi hubungan berikut.         E = nhf Persamaan yang sangat berkaitan dengan hubungan di atas adal