Pada abad ke-21 ini,
kemampuan berliterasi peserta didik berkaitan erat dengan tuntutan keterampilan membaca yang
berujung pada kemampuan mema hami
informasi secara analitis, kritis, dan
refektif. Akan tetapi,
pembelajaran di sekolah saat ini belum
mampu mewujudkan hal tersebut. Pada tingkat sekolah menengah (usia 15 tahun) pemahaman membaca
peserta didik Indonesia (selain matematika
dan sains) diuji oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD—Organization for Economic
Cooperation and Development) dalam Programme
for International Student Assessment (PISA).
PISA 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada
pada peringkat ke57 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), sedangkan PISA
2012 menunjukkan peserta didik Indonesia
berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor ratarata OECD 496) (OECD,
2013). Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012. Dari kedua hasil ini dapat
dikatakan bahwa praktik pendidikan yang dilaksanakan
di sekolah belum memperlihatkan fungsi sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang berupaya menjadikan semua
warganya menjadi terampil membaca untuk
mendukung mereka sebagai pembelajar
sepanjang hayat. Berdasarkan hal tersebut,
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan mengembangkan gerakan literasi sekolah (GLS)
yang melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan,
mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota,
hingga satuan pendidikan. Selain itu, pelibatan unsur eksternal dan unsur publik, yakni orang tua peserta
didik, alumni, masyarakat, dunia usaha dan industri
juga menjadi komponen penting dalam GLS.
GLS dikembangkan
berdasarkan sembilan agenda prioritas (Nawacita) yang terkait dengan tugas dan fungsi Kemendikbud,
khususnya Nawacita nomor 5, 6, 8, dan
9. Butir Nawacita
yang dimaksudkan adalah
(5) meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia; (6) meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional
sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia
lainnya; (8) melakukan revolusi
karakter bangsa; (9) memperteguh kebinekaan dan memperkuat
restorasi sosial Indonesia.
Empat butir Nawacita
tersebut terkait erat dengan komponen literasi sebagai modal pembentukan sumber daya manusia yang
berkualitas, produktif dan berdaya saing, berkarakter, serta nasionalis. Untuk
melaksanakan kegiatan GLS, diperlukan suatu panduan yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Desain
Induk Gerakan Literasi Sekolah (2016).
Buku Panduan GLS ini berisi penjelasan pelaksanaan kegiatan literasi yang terbagi menjadi tiga tahap, yakni: pembiasaan,
pengembangan, dan pembelajaran beserta
langkah-langkah operasional pelaksanaan dan beberapa contoh praktis instrumen penyertanya. Panduan ini ditujukan bagi kepala sekolah,
guru, dan tenaga kependidikan untuk
membantu mereka melaksanakan kegiatan literasi di SMA.
file lengkapnya, klik disini