Untuk menguji teori kuantum
yang dikemukakan olehMax Planck, Albert Einstein mengadakan suatu
penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki bahwa cahaya merupakan pancaran
paket-paket energi yang kemudian disebut foton yang memiliki energi sebesar hf.
Percobaan yang dilakukan Einstein lebih dikenal dengan sebutan efek fotolistrik. Peristiwa efek fotolistrik
yaitu terlepasnya elektron dari permukaan logam karena logam tersebut disinari
cahaya.
Gambar diatas
memperlihatkan skema perangkat ekperimen efek fotolistrik. Cahaya monokromatik yang dijatuhkan pada pelat logam K (katode) dapat melepaskan
fotoelektron dari pelat logam tersebut. Pemberian beda potensial V antara K
dan A (anode) menyebabkan fotoelektron bergerak dari K menuju A. Aliran
fotoelektron tersebut akan terdeteksi sebagai arus fotolistrik oleh galvanometer
G.
Hubungan antara beda potensial V dan arus fotolistrik / diperlihatkan pada Gambar
dibawah.
Ketika beda potensial listrik diperbesar, arus
fotolistrik menunjukkan adanya peningkatan. Akan tetapi, ketika beda potensial
tersebut terus diperbesar, arus fotolistrik mencapai harga tertentu yang
relatif konstan, tidak bergantung pada beda potensial. Muncul dugaan bahwa jika
potensial dijadikan nol, arus fotolistrik juga akan nol. Kenyataannya tidak
demikian. Bahkan ketika polaritasnya dibalik pun (elektrode A menjadi positif),
arus fotolistrik masih tetap ada meskipun pada akhirnya turun perlahan dan
menjadi nol ketika beda potensial yang dibaliknya mencapai harga tertentu. Beda
potensial yang menyebabkan terhentinya arus fotolistrik disebut potensial henti, diberi simbol VQ.
Pemberian beda
potensial terbalik dapat digunakan untuk menentukan energi kinetik
fotoelektron. Ketika pelat K menjadi positif, medan listrik akan berarah dari K menuju ke A. Akibatnya,
fotoelektron yang bermuatan negatif, akan mendapat gaya Coulomb yang menentang
arah geraknya. Lalu, mengapa masih ada fotoelektron yang mencapai pelat A
sehingga arus fotolistrik masih terdeteksi? Kenyataan tersebut menunjukkan
bahwa fotoelekton memiliki energi
kinetik yang cukup untuk menentang gaya listrik. Baru ketika potensial
terbalik ini terus diperbesar, arus fotoelektron terhenti. Ini berarti beda
potensial yang diberikan telah memberikan energi
potensial yang cukup untuk menghentikan fotoelektron. Besar energi
potensial tersebut adalah eV0.
Ketika
fotoelektron terhenti, sesuai dengan Hukum Kekekalan Energi
1
Ek = ----- m v2 = e.V0
2
dengan :
Ek = energi kinetik elektron foto (J
ataueV)
m = massa elektron (kg)
v = kecepatan elektron (m/s)
e = muatan elektron (C)
Vo = potensial henti (volt)
Eksperimen efek fotolistrik menunjukkan bahwa elektron
terikat pada logam, tetapi dapat lepas ketika elektron mendapatkan energi yang
cukup. Namun demikian, ada fakta yang mengejutkan dari eksperimen tersebut, antara ;lain:
·
Ketika pelat logam disinari
cahaya dengan panjang gelombang relatif panjang, efek fotolistrik tidak terjadi
meskipun intensitas cahayanya diperbesar. Kenyataan ini bertolak belakang
dengan teori gelombang yang menyatakan bahwa seharusnya, semakin besar
intensitas cahaya, semakin banyak elektron yang dilepaskan dan energi kinetik
maksimumnya pun semakin besar.
·
Teori gelombang juga
menyatakan bahwa seharusnya frekuensi cahaya tidak mempengaruhi energi kinetik maksimum fotoelektron, hanya
intensitas cahaya yang memengaruhinya. Namun, kenyataannya justru semakin besar frekuensi cahaya,
semakin besar pula energi kinetik maksimum fotoelektron.
·
Kenyataan lain yang juga tidak
dapat dijelaskan oleh teori gelombang adalah tidak ada selang waktu antara
penyinaran logam dan lepasnya elektron dari logam, bahkan dengan intensitas
rendah sekalipun.
Kenyataan-kenyataan tersebut menunjukkan bahwa efek
fotolistrik tidak dapat dijelaskan jika cahaya dipandang sebagai gelombang.
Untuk menjelaskan fenomena
tersebut, Albert Einstein mengajukan teori foton dari cahaya. Teori foton
cahaya didasarkan pada Hipotesis Kuantum Planck yang menyatakan bahwa energi
getaran molekul dari benda yang meradiasikan energi terkuantisasi dengan energi
nhf. Menurut
Einstein, ketika osilator molekul meradiasikan cahaya, energi osilator tersebut
berkurang sebesar hf, 2hf atau 3 hf, dan seterusnya. Oleh karena
energi bersifat kekal, cahaya yang dipancarkan osilator tersebut haruslah
tersusun atas paket-paket energi yang terkuantisasi. Paket-paket energi yang
terkuantisasi ini disebut kuanta atau foton dan memiliki energi sebesar
c
E = hf = h -------
λ
dengan :
E = energi foton (joule)
f =
frekuensi foton (Hz)
h =
tetapan Planck (h = 6,6.10-34 Js)
c = cepat rambat cahaya
λ = panjang gelombang
Melalui teori foton, Einstein berhasil menjelaskan
fenomena yang terjadi pada efek fotolistrik yang selama ini tidak dapat
dijelaskan menggunakan teori gelombang. Menurut teori, ketika cahaya dijatuhkan
pada logam, foton-foton yang berinteraksi dengan elektron akan memberikan
seluruh energinya pada elektron. Sebuah foton hanya berinteraksi dengan sebuah
elektron. Dengan kata lain, energi yang diterima sebuah elektron hanya berasal
dari sebuah foton. Dengan demikian, energi kinetik maksimum sebuah fotoelektron
tidak bergantung pada intensitas cahaya atau jumlah foton, tetapi bergantung
pada frekuensi cahaya. Intensitas cahaya atau jumlah foton hanya akan
meningkatkan arus fotoelektron karena semakin banyak foton yang berinteraksi
dengan elektron, semakin banyak pula elektron yang lepas dari logam.
Ketika elektron logam menerima energi dari foton,
elektron akan melepaskan diri dari logam. Jika masih ada sisa energi,
elektronakan bergerak dengan energi kinetik maksimum tertentu. Energi foton
minimum untuk melepaskan elektron dari logam disebut energi ambang atau fungsi
kerja. Sesuai dengan Hukum Kekekalan Energi, energi kinetik maksimum
fotoelektron sama dengan energi foton dikurangi energi ambang, atau
secara matematis
Ek = E – Wo ,
E=hf
W0 = hf0
dengan :
Ek = energi
kinetik maksimum elektron foto
h =
konstanta Planck
f =
frekuensi foton
fo =
frekuensi ambang
E = energi
foton
W0 = energi ambang atau fungsi kerja
Persamaan tersebut juga menunjukkan bahwa efek fotolistrik hanya akan
terjadi jika energi foton lebih besar dari atau minimum tepat sama dengan
energi ambang. Jika energi foton lebih kecil dari pada energi ambang, efek
fotolistrik tidak akan terjadi.
Gambar berikut memperlihatkan grafik hubungan antara energi kinetik
maksimum fotoelektron dan frekuensi cahaya yang digunakan.
Grafik
memotong sumbu frekuensi (f) pada frekuensi ambang ( f0 ). Jika grafik tersebut
diekstrapolasikan (garis putus-putus) ke sumbu energi kinetik maksimum (EKniaks),
diperoleh energi ambang W. Gradien
dari grafik tersebut tidak lain adalah konstanta Planck (h). Grafik ini juga menunjukkan bahwa
efek fotolistrik terjadi untuk f ≥ f0
.
contoh soal
Sebuah logam mempunyai frekuensi ambang 4 x 1014 Hz.
Jika logam tersebut dijatuhi foton ternyata elektron foto yang dari permukaan
logam memiliki energi kinetik maksimum sebesar 19,86 × 10-20 Joule. Hitunglah
frekuensi foton tersebut!
(h = 6,62 ×
10-34 Js)
Penyelesaian
:
Diketahui :
fo = 4 × 1014 Hz
Ek = 19,86 ×
10-20 J
h = 6,62 ×
10-34 Js
Ditanyakan :
f = ...?
Jawab : Wo
=hfo= 6,62 × 10-34 × 4 × 1014 J= 26,48 × 10-20
J
E = Ek + Wo
= hf
Ek – W0 19,86 × 10-20 - 26,48
× 10-20
f = -------------- = ---------------------------------------- = 7
x 1014 Hz
h 6,62 × 10-34
Soal Latihan :
1.
Frekuensi ambang suatu logam adalah 6.1014
Hz, jika logam tersebut disinari cahaya dengan gelombang yang frekuensinya 1015
Hz. Hitunglah energi kinetik electron foto yang terlepas dari permukaan logam
tersebut! (h = 6,62 × 10-34 Js)
2.
Sebuah elektron baru akan terlepas dari
permukaan logam jika disinari cahaya dengan panjang gelombang 5000 Å. Tentukan
: (h = 6,62 × 10-34 Js dan c
= 3 × 108 m/s) a. fungsi kerja logam tersebut. (Wo = 3,972 × 10-19
J)
3.
b. energi kinetik elektron foto yang terlepas
jika disinari cahaya dengan frekuensi 8 x 1014 Hz! (Ek = 1,324 × 10-19
J)
4.
Bila diketahui fungsi kerja sebuah logam 2,1
eV. Jika foton dengan panjang
gelombang 5 × 10-7 m
dijatuhkan ke permukaan logam tersebut, tentukan berapa kecepatan maksimum
elektron yang terlepas! (massa electron (m) = 9,1 × 10-31 kg, muatan
elektron (e) = 1,6 × 10-19 C, dan h = 6,62 × 10-34 Js)